Partisipasi Perempuan dalam Politik jelang Pemilu tahun 2024

oleh -289 views
oleh
289 views
Zikrie Nafsy, Mahasiswa FISIP. UNAND. (dok)

Oleh: Zikrie Nafsy

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas

DALAM membangun masyarakat sipil secara tidak langsung memperjuangkan sektor publik yang menyangkut seluruh orang dalam sebuah negara baik laki-laki dan perempuan.

Dalam ranah politik, kita tidak jarang mendengarkan istilah second person yang disematkan kepada perempuan. Ini tidak lepas dari rendahnya partisipasi perempuan dalam lembaga politik yang berakibat ke berbagai kepentingan perempuan yang banyak belum terakomodasi dalam berbagai keputusan politik, keputusan atau kebijakan politik yang dibuat ini merupakan akibat dari kebijakan yang tidak bersudut pandang gender.

Semestinya, perempuan ataupun laki-laki mempunyai tempat masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat serta laki-laki maupun perempuan hendaknya memiliki hak yang sama tidak dikurang-kurangkan.

Perjalanan politik Indonesia yang bereformasi sejatinya memberikan angin segar bagi perempuan yang selama ini tadi hak politiknya masih terkesan terbatas.

Namun sayangnya jika kita berbicara mengenai peran dan kedudukan perempuan yang ada dalam kemasyarakatan masih banyak mengalami diskriminasi, masalah posisi perempuan di wilayah publik yang sebenarnya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dimilikinya masih terlalu naif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia apalagi dalam masalah politik.

Perempuan dalam kehidupan sehari-hari dengan laki-laki di berbagai bidang kehidupan menjadi perhatian bagi pemerhati perempuan dalam hal pembangunan.

Ini menjadi sorotan karena dalam realitanya perempuan terkesan terdiskriminasi daripada laki-laki dari berbagai kelompok masyarakat, terutama dalam bidang politik. Maraknya diskriminasi terhadap perempuan yang melanggar azas persamaan hak antara laki-laki dan rasa hormat terhadap martabat manusia, merupakan halangan bagi partisipasi perempuan, atas dasar persamaan dengan kaum laki-laki dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi dan budaya mereka.

Umumnya kondisi perempuan Indonesia terus mengalami perubahan sebagaimana yang didapat dari laporan statistik tentang peningkatan pendidikan dan partisipasi perempuan dalam sektor publik.

Meskipun begitu, di tengah-tengah budaya dominan Indonesia yang bersandar pada nilai-nilai patriarkhi, perubahan kondisi ini tidak berbanding lurus pada perbaikan posisi perempuan di masyarakat. Perempuan masih menjadi kelompok pinggiran dalam lingkaran pengambil keputusan.

Membuktikan itu, dapat dilihat dari persentase perempuan yang duduk pada posisi tertentu dalam lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang masih sangat kecil yaitu masih di bawah 20%.

Padahal, dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984, Indonesia telah mengesahkan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang telah disetujui oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 18 Desember 1997.

Meskipun dengan kurangnya dominasi perempuan dalam berbagai ruang publik khususnya sektor politik, melihat perjuangan kaum perempuan yang diwakili oleh beberapa darinya tembus di legislatif, aktivis perempuan yang menginginkan pengakuan agar ada perimbangan antara laki-laki dan perempuan patut diapresiasi guna mengurangi peluang lahirnya kebijakan-kebijakan yang bias gender sehingga dapat mengademkan intensitas politik yang terus memanas dari waktu ke waktu.

Kesetaraan gender yang sering diperbincangkan ketika membahas partisipasi perempuan dalam politik memiliki istilah secara praktis terkait dengan isu diskriminasi terhadap perempuan, penindasan maupun perilaku tidak adil atau sejenisnya terhadap perempuan maupun laki-laki.

Di samping itu, kesetaraan gender juga membahas penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan dalam struktur masyarakat terhadap perempuan dan juga laki-laki. Kesetaraan gender dan keadilan, dalam hak politik maupun peran politik serta keberadaan dalam lembaga-lembaga politik sampai saat ini masih belum terwujud dan masih tertinggal jauh. Pada setiap berbagai kebijakan yang menyangkut harkat dan kehidupan orang banyak termasuk perempuan dan anak-anak dilakukan oleh lembaga eksekutif dan lembaga legislatif.

Sehingga jika perempuan tidak terwakili suaranya dikedua lembaga tersebut akan sulit mengharapkan lahirnya produk-produk hukum yang berpandangan gender dan keikutsertaan perempuan di dalam proses pengambilan kebijakan adalah menjadi prasyarat tumbuhnya pemerintahan yang demokratis.

Partisipasi hendaknya memenuhi unsur, adanya kesepakatan, adanya tindakan mengisi kesepakatan tersebut, dan adanya pembagian kerja dan tanggung jawab dalam kedudukan yang setara.

Melihat dari sedikitnya jumlah perempuan di parlemen merupakan hasil dari perjalanan sejarah perempuan itu sendiri yang telah dipinggirkan dari wilayah ini sejak awal perkembangan perempuan.

Posisi perempuan yang selalu dibuat tergantung pada laki-laki sebagai hasil dari budaya patriarki menjadi kurang dapat diperhitungkan, dianggap tidak mampu menghadapi persoalan-persoalan besar yang dianggap sebagai wilayah laki-laki, terlebih dalam masalah politik yang penuh ketidakjelasan, seakan hanya laki-laki yang bisa memasuki ruang ini.

Menjelang pemilu dua tahun lagi yakni 2024, intesitas politik semakin hari kian memanas dan dalam hal ini kita bisa melihat bagaimana partisipasi perempuan dalam politik khususnya dalam partai politik sejauh ini sudah cukup tinggi dalam kepengurusan, kampanye, diskusi-diskusi politik, dan rapat-rapat umum yang selama ini banyak dilakukan oleh partai politik yang ada diharapkan masih bisa mempertahankan ini atau bisa lebih baik.

Namun tetap saja, permasalahan yang menjadi fokus politik perempuan adalah ketidakadilan yang lahir akibat adanya kesenjangan yang terjadi antara hak politik mereka dan peran serta posisi politiknya dengan hak politik dan peran politik laki-laki.

Hal ini menjadi perhatian kita semua sehingga kita harapkan masalah partisipasi perempuan di negara kita bisa diatasi dengan banyaknya partisipasi perempuan dalam bidang politik yang nantinya dapat menjawab permasalahan gender selama ini di negara Indonesia.(analisa)