Potensi Sekolah Keluarga Kota Bukittinggi sebagai Ruang Diskusi Masyarakat

oleh -296 views
oleh
296 views
Pelaksanaan Sekolah Keluarga di Kelurahan Aur Kuning, Bukittinggi. (dok)

Oleh : Asyifa Luthfia

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNAND

KETERSEDIAAN ruang untuk berinteraksi dan bertemu bagi masyarakat secara tatap muka semakin berkurang.

Terutama dengan adanya perkembangan teknologi, tuntutan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, dan perubahan gaya hidup masyarakat.

Perkembangan media komunikasi online menarik masyarakat untuk semakin bergantung pada komunikasi di dunia maya, yang belum bisa menyamakan efektitifitas komunikasi yang dilakukan secara tatap muka.

Perkembangan teknologi pun juga memengaruhi perubahan gaya hidup masyarakat yang mana masyarakat harus berpacu untuk berkembang.

Sehingga dengan semakin minimnya interaksi secara langsung, kedekatan diantara anggota masyarakat semakin sulit terbentuk.

Kemudian akan menimbulkan masyarakat yang apatis, acuh tak acuh, dan bersifat individualis. Berangkat dari hal tersebut interaksi sosial di masyarakat harus ditingkatkan.

Salah satunya dapat dilakukan oleh pemerintah dalam mengadakan suatu program pembangunan masyarakat dengan menghadirkan ruang baru bagi masyarakat.

Salah satunya melalui program pembangunan keluarga yang dicetus oleh Pemerintahan Kota Bukittinggi, yang dinamakan “Sekolah Keluarga”.

Diinisasi oleh TP-PKK dan Dinas P3APPKB Kota Bukittinggi pada tahun 2017 di masa pemerintahan Ramlan Nurmatias dan hingga tahun 2022 telah dilaksanakan selama empat kali periode pelaksanaan.

Latar belakang dibentuknya Sekolah Keluarga berangkat dari keresahan pemerintah Kota Bukittinggi terhadap tingginya kasus permasalahan sosial, seperti tingginya kasus HIV/AIDS, penyimpangan orientasi seksual, perceraian, kekerasan pada anak, dan lainnya.

Pemerintah menilai kasus tersebut sangat berkaitan dengan ketahanan keluarga, dikarenakan keluarga merupakan tempat utama dan kelompok pertama yang menyosialisasikan norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.

Sehingga permasalahan sosial tersebut harus diatasi dan dicegah dengan memperkuat posisi keluarga. Sekolah keluarga hadir sebagai sarana bagi masyarakat untuk belajar kembali, menambah pengetahuan tentang pemasalahan keluarga. Sehingga dapat tercapainya perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku di masyarakat.

Sekolah Keluarga memiliki sasaran peserta yang berasal dari masyarakat yang sudah menikah, baik laki-laki atau perempuan diperbolehkan untuk ikut serta dalam kegiatan ini.

Sistem pelaksanaan Sekolah Keluarga disusun dengan sistem yang berbeda dengan program pembangunan lainnya.

Proses Sekolah Keluarga dimulai dari proses perekrutan masyarakat kemudian dilaksanakanlah kelas perkuliahan bersama dengan pemateri dari berbagai bidang yang dilaksanakan sebanyak 16 kali pertemuan, dan terakhir dilanjutkan dengan wisuda.

Sehingga peserta memperoleh ilmu selama 4 bulan dengan frekuensi pertemuan satu kali dalam seminggu, dilaksanakan di 24 kelurahan yang ada di Kota Bukittinggi dengan jumlah peserta berkisar pada angka 20-30 orang di setiap kelurahan.

Sehingga dengan sistem pelaksanaan demikian, memungkinkan masyarakat untuk dapat melakukan pertemuan rutin selama satu kali dalam seminggu.

Hal tersebut harus dimaksimalkan sebaik mungkin, terlebih dalam pelaksanaanya selalu dipimpin oleh pemateri yang bisa menjadi opinion leader yang bisa mengarahkan arah diskusi dari pertemuan.

Pemateri berasal dari berbagai kalangan, misalnya psikolog, kesehatan, kemenag, niniak mamak, bundo kanduang, penggiat ekonomi, dan lainnya.

Pemateri yang dihadirkan oleh Sekolah Keluarga melalui proses yang cukup selektif, Dinas P3APPKB Kota Bukittinggi selaku penyelenggara terlebih dahulu merumuskan materi yang akan dibahas setiap minggunya, kemudian memiliki pemateri berdasarkan materi yang telah dirumuskan.

Misalnya materi tentang komunikasi yang baik dan benar di keluarga disampaikan oleh Psikolog. Dari hal tersebut dapat dipahami bahwa pemateri merupakan orang ahli di bidangnya.

Pelaksanaan Sekolah Keluarga dengan rancangan yang baik harus dimaksimalkan oleh setiap pihak. Baik masyarakat maupun penyelenggara.

Ruang publik yang semakin terbatas untuk mendiskusikan isu-isu atau permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan dapat lebih dimaksimalkan dalam pelaksanaan Sekolah Keluarga. Sangat disayangkan jika pelaksanaan kegiatan ini hanya sebatas pemateri menyampaikan materi dan peserta meyimak.

Alangkah lebih baik setiap orang mengusahakan untuk aktif berinteraksi dan berkomunikasi, menyampaikan pendapat dan merumuskan solusi dari suatu permasalahan secara bersama-sama.

Masyarakat selaku peserta harus meningkatkan motivasinya untuk terus berkembang dan menuntut ilmu dan pemateri harus bisa merangkul masyarakat dan membangun suasana yang menyenangkan ketika proses pembelajaran berlangsung.

Sehingga ketika komunikasi interaktif telah tecapai maka akan menimbulkan kedekatan bagi masyarakat dan bisa mengatasi persoalan minimnya interaksi masyarakat di era yang serba digital ini.(amalisa)