Tahun 2024 Menjadi Momentum Naiknya Angka Keterwakilan Perempuan di Parlemen

oleh -136 views
oleh
136 views
M Yafid Alfihad, Mahasiswa FISIP. UNAND. (dok)

Oleh: M Yafid Alfihad

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas

21 Januari 2021 Kamala Harris di lantik menjadi wakil presiden Amerika Serikat. Kamala Harris merupakan perempuan pertama dalam sejarah Amerika Serikat dan juga menjadi perempuan keturunan Afrika dan Asia Selatan pertama yang menjabat Wakil Presiden Amerika Serikat.

Tidak hanya negara Amerika Serikat yang memiliki pemimpin dari kalangan wanita bergeser ke bagian selatan bumi yaitu tepatnya di negara selandia baru juga memiliki seorang pemimpin perempuan yaitu Dacinda Ardern yang menjabat sebagai perdana Menteri perempuan termuda yakni usia 38 tahun.

Melihat bagaimana keterwakilan perempuan dalam dunia perpolitikan pada negara barat sudah tidak perlu di pertanyakan lagi. Namun jauh Berbeda dengan Indonesia yang di mana dalam peraturan undang-undang telah di tetapkan kuota sebanyak 30% untuk perempuan agar bisa maju pada parlemen nyatanya pada pemilu 2019 belum mencukupi kuota tersebut.

Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan bagaimana bisa kuota yang di tetapkan undang-undang sebesar 30% tersebut belum tercukupi? Usut demi usut ternyata ada beberapa faktor yang menjadi penghambat keterwakilan perempuan pada parlemen di Indonesia. namun faktor utama permasalahan tersebut berasal dari keluarga perempuan itu sendiri.

Faktor ini menjadi masalah utama dikarenakan orang terdekat dari perempuan. Perempuan oleh keluarga mereka sendiri mendapati peran dan fungsi sebagai peran kodrati (refroduktif), peran ekonomi (produktif), dan peran sosial (kemasyarakatan didasarkan yang intinya pada kodrat perempuan yang mengarah kepada aspek biologis (Rasdiyanah, 1999). Begitu pula halnya dengan perempuan yang terlibat dalam bidang politik tidak luput dari urusan rumah tangga meskipun telah menjadi pengurus partai politik, sehingga adanya hambatan yang dialami perempuan mungkin saja terjadi, baik dalam rumah tangga maupun keluarga.

Hambatan selanjutnya ya tentu saja budaya patriarki, budaya patriarki ini dari Indonesia merdeka sampai sekarang masih saja menjadi masalah dan tidak pernah teratasi dengan tuntas masyarakat Indonesia masih saja menilai perempuan itu tidak cakap dari laki” atau untuk memimpin hanya laki laki saja yang mampu sedangkan perempuan tidak, adanya budaya patriarki ini berdampak sangat besar terhadap keterwakilan perempuan karena perempuan sendiri terdoktrin dengan budaya tersebut sehingga mereka merasa pesimis untuk maju dan ikut mencalonkan diri pada parlemen.

Melihat pada masa sekarang ini budaya patriarki di Indonesia bisa dikatakan sudah mulai berkurang. Berkurangnya budaya patriarki ini bisa kita lihat tidak sedikit perempuan di Indonesia sudah bisa ikut berpartisipasi dalam membela kebenaran tak kecuali ada juga menjadi pemimpin sebuah gerakan perlawanan baik itu didunia nyata maupun media sosial.

Adanya keterlibatan perempuan tersebut merupakan angin segar tersendiri bagi kaum perempuan. Perempuan yang ikut terlibat bahkan menjadi pemimpin Gerakan tersebut sangat layak berada di parlemen. Keberadaan mereka di parlemen sangat dibutuhkan juga untuk memperjuangkan hak-hak perempuan sendiri.

Dekatnya pemilu 2024 merupakan sebuah jalan bagi perempuan-perempuan tersebut untuk mengusungkan diri agar bisa mendapatkan kursi di parlemen. Namun tentu saja untuk mendapatkan kursi di parlemen perempuan tersebut harus melewati berbagai lika-liku rumitnya birokrasi di Indonesia akan tetapi dengan melihat bagaimana perjuangan kamala harris menjadi wakil presiden dengan kulit hitam keturunan asia selatan pertama di Amerika Serikat dan juga perdana Menteri selandia baru yaitu Dacinda Ardern menjadi perdana mentri perempuan termuda dalam sejarah selandia baru sejati nya dapat menjadikan role model bagi perempuan Indonesia untuk memperjuangankan hak mereka untuk bisa dapatkan kursi di parlemen.

Tentunya dalam memperjuangkan hak mereka perempuan tersebut juga membutuhkan dukungan dari berbagai pihak baik itu keluarga, masyarakat, partai politik serta pemerintah.(analisa)