Pro-Kontra TOL Sumbar, Ndeh.. Warga Taeh Tolak Tol

oleh -1,824 views
oleh
1,824 views
Warga Taeh di Limapuluh Kota tolak Jalan Tol Sumbar, disampaikan saat rapat dengan pihak perencana, baru-baru ini. (foto: dok/walhi)

Padang,—Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) yang menghubungkan Provinsi Sumatera Barat dengan Propinsi Riau proyek besar untuk percepatan mobilitas orang dan barang.

Tapi di Sumbar, pembangunan itu terus mengundang polemik alias pro kontra. Ruas Tol Sumbar rencananya melewati beberapa Kabupaten dan Kota di dua provinsi, Sumbar dan sdpanjang 255 KM yang terbagi enam seksi, lima seksi di Sumatera Barat dan satu seksi di Pronvisi Riua.

Untuk seksi I Padang-Sicincin, seksi II Sicincin-Bukittinggi, Seksi III Bukittingi-Payakumbuh, seksi IV Payakumbuh-Pangkalan, seksi V Pangkalan Bangkinang dan seksi VI Bangkinang Pekanbaru.

WALHI Sumbar lewat rilis diterima media ini Minggu 16/2 ternyata hampir seluruh seksi atau jalur tmenuai penolakan dari warga mulai dari jalur yang dilewati merupakan kawasan padat penduduk, lahan produktif, tanah ulayat dan nilai ganti rugi yang tidak sebanding dengan nilai tanah.

Satu daru banyak penolakan Tol Sumbar diungkap WALHI, seperti pada seksi IV Payakumbuh-Pangkalan. Tepatnya di Nagari Taeh Baru dan Koto Baru Simalanggang, masyarakat di dua Nagari di situ menolak pembangunan jalan melewati kampung mereka.

Tapi bukan berarti warga di dua nagari di Limapuluh Kota itu anti terhadap pembangunan.

“Namun karena rencana pembangunan jalan tol tersebut melewati pemukiman padat penduduk bahkan beberapa rumah warga pada jalur tersebut terdapat beberapa usaha mikro kecil menegah ( UMKM) dan juga lahan produktif seperti untuk pertanian dan pertenakan, rata-rata tanah yang tempati dan dikelola tersebut bukan milik perorangan namun milik kaum yang dimiliki secara kolektif oleh keluarga kaum,”ujar Yoni Candra dari WALHI Sumbar pada rilisnya.

Maspendrial Datuk Pobo, ninik mamak pada Nagari Taeh Baru Kecamatan Payakumbuh mengatakan rencana pembangunan jalan Tol melewati kampungnya akan berdampak pada pemukiman anak kemenakannya.

“Terdapat 20 rumah dan 30 KK yang dilewati dari hasil sosialisasi yang dilakukan pihak perencana pembangunan persis di wilayah padat penduduk, lahan produktif bahkan ada melewati pemakaman umum dan tempat pertemuan warga pada waktu-waktu tertentu dan rata-rata lahan yang akan dibangun jalan Tol tersebut merupakan tanah milik bersama atau kaum yang tidak dapat dijual atas persetujuan satu kepala keluarga saja dan pembangunan jalan tol tersebut akan memutus akses warga hal tersebut telah kami sampaikan pada pihak perecana pembangunan bahkan dengan tegas kami sampaikan dalam forum tersebut bahwasanya kami masyarakat Nagari Taeh Baru menolak pembangunan jalan Tol tersebut yang berada di Nagri Taeh Baru, bahkan pasca pertemuan tersebut kami telah menyampaiakan surat penolakan pada pihak terkait mulai dari tingkat Kabupaten, Provinsi sampai dengan Pemerintah Pusat,”ujar Maspendrial.

Sikap senada juga dilakukan masyarakat Nagari Koto Baru Simalanggang Kecamatan 50 Kota, Jasriman salah satu Tokoh Masyarakat mengatakan sebelum dilakukan sosialisasi pihak perencana pembangunan telah melakukan pematokan rencana rute pembangunan tanpa sepengetahuan warga.

“Saat pertemuan yang dilakukan antara pihak perencana pembanguan dengan masyarakat yang dilewati jalan tol tersebut kami telah menyampaikan sikap penolakan dalam forum pertemuan dengan pihak perencana pembangunan, jalan yang akan dibangun di nagari kami melewati 30 rumah dan 90 KK masyarakat Nagari Koto Baru Simalanggang juga telah menyurati pihak-pihak terkait. Kami berharap pembangunan jalan tol di pindahkan pada daerah yang tidak padat penduduk dan lahan yang tidak produktif karena jika akan tetap dipaksakan pembanguna jalan tol tersebut di nagari kami, akan menimbulkan masalah baru di tengah-tengah masyarakat,”ujarnya.

Yoni Candra selaku Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye WALHI Sumbar mengatakan untuk pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) yang menghubungkan Padang – Pekanbaru, pihak penanggungjawab dan pelakasana sesegara mungkin untuk melakukan evaluasi rencana pembangunan jalan tol tersebut dan jangan sekali-kali melakukan paksaan dengan mengunakan kekerasan dalam bentuk apapun terhadap warga yang menolak pembangunan jalan tol yang melewati lahan mereka seperti yang terjadi beberapa tempat di pulau Jawa dan beberapa jalur di Pulau Sumatera.

“Tidak ada alasan bagi Pemerintah untuk memaksakan kehendak terhadap masyarakat yang menolak karena jelas jika salah satu alasan pemerintah membangun jalan tol untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi tentu tidak menghilangkan tempat tinggal dan sumber ekonomi masyarakat,”ujar Yoni. (rilis: walhi-sumbar)