Bawaslu Sumbar Adakan Seminar Eksaminasi UU Pemilu dan Pilkada

oleh -779 views
oleh
779 views
Suasana seminar Bawaslu dilaksanakan Bawaslu Sumbar, Selasa 5/11 di Padang. (foto: dok/nov)

Padang,—Bawaslu Sumatera Barat menyosialisasikan tata cara pengawasan dalam Pilkada 2020 agar pemilu dapat berjalan baik di daerah.

Ini diungkapkan Ketua Bawaslu Sumbar Surya Efitrimen kepada wartawan di sela-sela seminar Eksaminasi UU Pemilu dan UU Pilkada di Hotel Grand Inna Padang, Selasa 5/11.

“Saat ini tahapan Pilkada serentak 2020 di Sumbar sudah dimulai pada 1 Oktober 2019 dan Bawaslu harus mempersiapkan segala sesuatunya terkait pelaksanaan pilkada itu,” sebut Surya Efitrimen.

Ia mencontohkan saat ini ada dua regulasi yang mengatur Bawaslu seperti di UU 7 2017 tentang pemilu dan UU 10 2016 tentang Pilkada.

Dalam regulasi tersebut, struktur Bawaslu berbeda baik secara nomenklatur maupun kewenangannya.
Salah satunya adalah di UU Pilkada.

“Bagi pengawasan pemilu di tingkat kota dan kabupaten dilakukan oleh Panwaslu, namun di UU No 7/2017 panwaslu telah diubah menjadi Bawaslu,” jelas Ketua Bawaslu Sumbar ini.

Selain itu, lanjutnya, terkait kewenangan dalam penindakan kasus pidana pemilu, dalam UU 7 2017 Bawaslu memiliki waktu 14 hari menentukan perkara tersebut sementara di UU 10 2016 mereka hanya memiliki waktu lima hari.

“Kita bersama dengan Bawaslu daerah lain telah mengajukan judicial review kepada MK terkait hal ini dan sidangnya masih berjalan,” katanya.

Ia juga mengatakan Pilkada 2020 merupakan Pemilu putaran ketiga. Putaran pertama terjadi pada 2015, Sumbar melaksanakan Pilgub.

Kemudian Pilkada 2017 di beberapa kota dan kabupaten dan di putaran ketiga adalah Pemilu 2019 dan Pilkada 2020 sebelum masuk Pilkada serentak pada 2024 yakni Pilpres, Pileg dan Pilkada.

“Kita terus berupaya menyukseskan pelaksanaan pesta demokrasi dan memastikan hak masyarakat dapat tersalurkan dengan baik,” kata Surya Efitrimen.

Pernyataan Ketua Bawaslu Provinsi Sumbar juga dipertegas Fritz Edward Siregar, anggota Bawaslu RI Divisi Hukum, data dan Informasi, ia mengatakan, banyak peraturan undang’undang yang mengatur pilkada dan pemilu tidak sinkron, di antaranya proses pelaporan, penyelesaian serta keputusan.

“Banyak peraturan yang masih tidak sinkron antara undang-undang pilkada dengan undang pemilu,diantaranya tentang waktu penindakan dimana undang-undang pilkada hitungannya hari kalender sedangkan UU Pemilu hari kerja, dan banyak hal lain,” ulasnya ketika membuka acara diskusi.

Selain menghadirkan pembicara dari Bawaslu juga hadir dari akademisi diantaranya Otong Rosadi, Rektor yg juga dosen pasca sarja Unes.

Dalam penyampaian materi Otong mengatakan,Para pembentuk undang-undang, selalu melihat dirinya sendiri tanpa mengabaikan yang lain.

Sehingga cendrung dalam pelaksanaannya banyak terjadi pelanģgaran, diantaranya poliitik uang.

Selain pelaksanaan lebih rumit, riuhnya lebih panjang, juga meminggirkan isu lokal, karena lebih terfokus pada pusat.

Pemilu lalu dengan ambang batas 20% untuk capres lebih rentan terjadi perpecahan, karena akan sulit mencari calon alternatif.

Lebih parah elite politik pusat mendorong keterbelahan didaerah, dengan isu sara dan sebagainya.

Selain Otong, diskusi juga diisi dengan nara sumber Khairul Fahmi dan Nurhaida Yetti yang merupakan Divisi Hukum Bawaslu Sumatera Barat.(nov)