Padang, - Ketua Umum PWI Pusat Akhmad Munir mengingatkan, wartawan Sumatera Barat perlu menguasai jurnalisme bencana. Sebagai provinsi yang dikenal sebagai super market bencana, jurnalis di daerah ini harus mampu mengedukasi publik dan berkontribusi dalam penanggulangan kebencanaan.
“PWI Pusat siap mendukung PWI Sumbar untuk penguatan jurnalisme bencana bagi wartawan di daerah ini,” kata Akhmad Munir saat bersilaturahmi dengan Pengurus PWI Sumbar di RM Ketagiaan, Jalan Samudera, Padang, Minggu malam (21/12/2025).
Pada silaturahmi dan dialog yang berlangsung dalam suasana akrab dan hangat itu, hadir Ketua PWI Sumbar Widya Navies, Sekretaris Firdaus Abie, Bendahara Reviandi, Wakil Ketua Bidang Organisasi Sawir Pribadi, Wakil Ketua Bidang Pembinaan Daerah Sukri Umar, Wakil Ketua Rommi Delfiano, SIWO Sumbar Boing, Ketua DKP PWI Sumbar Zul Effendi, dan Kepala Biro _Antara_ Sumbar, Syarif Abdullah.
Salah satu topik diskusi yang diapungkan Ketua DKP PWI Sumbar, terkait dengan peranan wartawan dalam penanganan bencana. Sesuai peran dan fungsinya sebagai jurnalis, wartawan diharapkan bisa membantu publik, khususnya masyarakat yang jadi korban dan terdampak bencana.
“Belajar dari bencana banjir dan longsor hari ini, wartawan Sumbar, khususnya anggota PWI di daerah ini, perlu mendapat bekal dan pelatihan khusus tentang jurnalisme bencana. Mohon kiranya PWI Pusat mendukung PWI Sumbar untuk program penguatan jurnalisme bencana ini,” ujar Zul Effendi, menyampaikan harapannya kepada Ketua Umum PWI Pusat.
Menanggapi usulan itu, Akhmad Munir yang terpilih sebagai Ketua Umum PWI Pusat dalam Kongres Persatuan PWI di Cikarang, akhir Agustus 2025 lalu, meresponsnya dengan antusias.“PWI Pusat siap mendukung, insya Allah. Sumbar khususnya, dan Indonesia umumnya memang terkenal sebagai daerah rawan bencana. Kita memang perlu wartawan-wartawan yang punya kualifikasi dan kompetensi jurnalisme bencana,” kata mantan anggota Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat dan Ketua PWI Jatim dua periode ini.
Jurnalisme bencana merupakan liputan media tentang kebencanaan, mulai dari tahap mitigasi, tanggap darurat, sampai masa pemulihan; rehabilitasi dan konstruksi. Jurnalisme bencana tidak hanya informatif, tapi juga edukatif, sekaligus menjalankan kontrol sosial dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, empati, akuntabilitas, dan menghindari sensasionalisme atau dramatisasi berlebihan.
“Di Jepang kalau terjadi bencana, wartawannya juga mengangkat sisi-sisi perjuangan petugas dan relawan membantu korban dan warga terdampak. Misinya adalah untuk mengundang empati dan menggerakkan publik sehingga ikut berpartisipasi bersama-sama dalam penanganan bencana,” ujar Akhmad Munir.
Indonesia yang berada di wilayah ring of fire , rawan bencana, termasuk Sumatera Barat dikenal sebagai negeri super market bencana, perlu memiliki wartawan yang punya kemampuan khusus dalam liputan kebencanaan.
Editor : Editor