Persoalan semakin menebal saat masih ditemukan perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran seperti kondisi kerja yang tidak memenuhi standar, praktik diskriminasi berdasarkan perbedaan ras, gender, kelas, asal negara serta praktek-praktek yang dapat merusak biodiversity dan keberlangsungan lingkungan hidup.
Mengutip laporan Oxfam, dimana separuh kekayaan dunia dikuasai satu persen orang kaya, merupakan ancaman serius ketimpangan sosial global dan sejatinya berdampak buruk bagi bisnis. Ini karena untuk memakmurkan bisnis dunia membutuhkan kedamaian dan kohesi sosial.
Menurut pemilik dua gelar Doktor ini yaitu Doktor Ilmu Manajemen, konsentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia, Universitas Negeri Jakarta dan Doktor Ilmu Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI ini, humanistic management model dengan penekanannya pada pemulihan, perlindungan dan promosi martabat dapat membantu mengarahkan kembali bagaimana cara bisnis dipahami dan dipraktikkan. Humanistic management model harus dilihat sebagai ajakan inspirasional untuk membayangkan kembali bagaimana sebuah organisasi perusahaan memiliki keharusan moral untuk diadopsi.
Bagi sebagian besar penduduk dunia, saat ini bisnis masih dilihat sebagai bagian dari masalah, padahal sejatinya harus menjadi bagian solusi. Ini sebuah tantangan besar. Humanistic management model dapat memberikan wawasan tingkat tinggi ke dalam prinsip-prinsip organisasi perusahaan dan pengambilan keputusan. Para pemimpin perusahaan dapat melakukan pendekatan tugas mereka dengan sangat berbeda dengan menyelaraskan praktik perusahaan mereka dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals),” jelas Fahmi Idris.(**)
Editor : Adrian Tuswandi, SH