Munas Gebu Minang, Membaca Arah Pendulum

oleh -282 views
oleh
282 views
Ilhamsyah Mirman (dok)

Oleh : Ilhamsyah Mirman

(Founder RRc/Pengurus Gebu Minang)

RAPAT persiapan akhir panitia pelaksana Musyawarah Nasional (Munas) VII Gebu Minang dilaksanakan Selasa sore (23/05) langsung di lokasi acara. Munas yang akan dibuka Ketua Umum Osman Sapta Odang dijadwalkan hari Rabu-Jumat, 25-27 Mei 2022 bertempat di Ballroom Hotel Truntum, Padang.

Rapat dipimpin Ketua Panitia Munas Fadli Amran, didampingi Sekretaris Dian Anggraeni. Hadir pada kesempatan itu Wakil Ketua Umum Marwan Paris beserta sejumlah pengurus DPP, serta Ketua Dewan Pengarah Alirman Sori. Tampak pula Ketua LKAAM Fauzi Bahar.

Menurut Fadli, dari sisi persiapan teknis acara maupun aspek pembiayaan praktis sudah siap dilaksanakan. Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi bersama Kapolda Teddy Minahasa dan mantan Ketua Umum Fasli Jalal dijadwalkan hadir sekaligus memberikan sambutan.

Meski terkesan senyap dan relatif sepi dari pemberitaan sebagaimana biasa kalau Gebu Minang berhelat, namun dinamika didalam Munas kali ini sepertinya hangat-hangat dingin.

Didirikan oleh sederet tokoh Minang, Gebu Minang terlahir dari ‘ketersinggungan’ lapis teratas elite rantau yang di sentil Presiden Suharto. Keluhan anak kemenakan di ranah kepada penguasa, dikembalikan kepada para tokoh yang berkumpul di Aripan, Solok, kala itu.

Maka organisasi Payung Panji ini lahir dan langsung tancap gas dengan merangkul puluhan, bahkan ratusan tokoh dan kelompok rantau yang bertebaran di seantero Nusantara. Baik secara personal maupun kelembagaan wadah perantau, semua berkumpul.

Kekompakan yang didasari semangat berbagi, berkontribusi membangun kampung halaman dengan merajut potensi rantau, mendasari pendiriannya.

Almarhum Fahmi Idris, yang didoakan peserta rapat kemarin, serta Emil Salim yang akan berbicara secara daring, bersama Azwar Anas, Awaluddin Jamin dan banyak nama panutan lain adalah kaliber ‘the founding father’s’ Gebu Minang.

Sementara organisasi rantau Sapayung, BK3AM, Perkumpulan Keluarga Minang (PKM), Saiyo Sakato, dll, adalah perkumpulan rantau tingkat propinsi di Makassar, Jabodetabek, Bandung dan Palembang. Bersama PKDP, Gonjong Limo, KKTD yang menjadi wadah perantau Pariaman, Payakumbuh dan Batusangkar skala nasional, atau di istilahkan dengan Badan Koordinasi (Bakor) menjadi anggotanya.

Belakangan organisasi tingkat nagari seperti Sulit Air Sepakat, Kamang Saiyo, Ikatan Keluarga Banuhampu, dan banyak orang maupun organisasi otonom juga menjadi anggota Gebu Minang. Bisa dikata, semua orang Minang (perantau) adalah anggota Gebu Minang.

Demikian menasional, namun akhir-akhir ini gerakan para nakhoda agar berubah orientasi, menukik ke ranah. Alih-alih mempelopori trend menuju penyatuan rantau global dengan potensi diaspora, justru keberadaan ‘perantau dakek’ kian determinan.

Almarhum Datuk Palindih menjadi ‘pelopor’ membawa Gebu Minang pulang kampung. Walikota Padangpanjang Fadli Amran yang meneruskan warisan, kian menjadikan ‘ranah banget’. Apakah tokoh muda ini tetap menjadi Ketua di ranah, atau justru membawa Gebu Minang dengan segala perangkatnya ke kampung, menarik dicermati.

Maukah perantau, tempat dimana para tokoh itu berkuras, berkiblat ke ranah. Lokus yang ide awalnya akan di bantu, justru menjadi penjuru. Keadaan yang bisa dimaknai perantau kurang stok pemimpin untuk tampil dan menjaga marwah Minang di pentas nasional.

Upaya mencari tau siapa calon Ketua Umum, praktis hingga menjelang pembukaan tidak juga terjawab secara benderang. Biasanya organisasi sebesar ini, bak perawan yang diperebutkan perjaka parlente, berbondong ingin memiliki (memimpin). Jauh hari telah tersebut publik figur yang hendak mempersunting.

Apakah incumben Ketua Umum Oesman Sapta Oudang (OSO) atau Fadli Amran, bisa di lihat sebagai ‘pertarungan’ gagasan antar generasi maupun antar rantau-ranah. Kedua orang dengan latar belakang diametral ini menjadi penentu kemana pendulum mengarah.

Sekalipun Fauzi Bahar, Mulyadi, Syafrizal Akhyar, atau tokoh lain bisa saja muncul, namun gen yang terpelihara dan selama ini ada di Gebu Minang, tidak pernah Ketua terpilih tampil ujug-ujug.

Apakah bagian dari strategi, atau upaya menjaga Gebu Minang tetap dalam keeksklusifannya, ataukah memang kondisi berorganisasi sosial pasca pandemi memang seperti ini. Dalam waktu tidak lama bakal terjawab.

Pangeran darimanakah yang beruntung, dan sebesar apakah ‘emas’ pinangannya, yang jelas Bundo Kandung menunggu puteranya berpeluh serius membangkit batang terendam.(analisa)