Dilema Perempuan ‘Kemarin’ dan Bangganya Melihat Perempuan ‘Hari Ini’ di Minangkabau

oleh -322 views
oleh
322 views
Tri Oktaviana, Mahasiswa FISIP UNAND. (dok)

Oleh: Tri Oktaviana

Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik, Universitas Andalas.

DEFENISI perempuan dalam ruangan politik, di mana ia tidak bisa terlepas dari image dan kontruksi sosial perempuan dalam relasi masyarakat.

Gambaran tentang bagaimana perempuan yang diperlihatkan di mata masyarakat sebagai sosok yang stereotipe di berbagai sektor termasuk dalam sektor politik dan pemerintahan.

Kesempatan yang didapat oleh perempuan di dunia politik dan ditarik kedalam dunia publik sangat lah sulit ditemukan, namun dengan adanya pandangan stereotipe yang mengartikan dunia politik adalah dunia yang keras dan perempuan tidak akan sanggup berada dibawah tekanan yang menuntut mereka untuk mengesampingkan perasaan dan lebih mendahulukan bertindak dengan akal pikiran yang cerdas. Ini berbanding terbalik dengan laki-laki yang cenderung lebih bergerak dengan akalnya namun mengesampingkan perasaan.

Banyaknya perbedaan yang mendasar antara laki-laki dengan perempuan di mana perempuan itu lebih cenderung pada perasaannya, sedangkan yang dibutuhkan dalam ranah publik ialah orang-orang yang mampu mengambil keputusan dengan tepat.

Ketidakadilan yang dirasakan perempuan menjadi salah satu bentuk praktik kuno umat manusia, di mana pada sejarah panjang yang mendefenisikan bagaimana umat manusia telah di kontruksikan kepada dunia politik atau dunia publik.

Sebagai sosok yang dikenal dengan kelembutannya, perempuan acap kali menerima perlakuan tak adil dalam pemerintahan, bahkan dahulunya perempuan hanya diperbolehkan menjadi ibu rumah tangga, bekerja di dapur melayani suaminya dan tidak boleh terlibat dalam dunia politik.

Sebelum kebangkitan emansipasi wanita yang dibangun oleh R.A Kartini, perempuan dengan mudah dibunuh, dijadikan budak bahkan seorang “pelayan” bagi para lelaki hidung belang.

Di samping itu dengan adanya pengaruh budaya barat yang masuk ke negeri ini menjadikan wanita semakin tidak di hormati dengan baik. Kemudian, pasca kemerdekaan Republik Indonesia, justru menjadi pendukung dalam perkembangan dan kemajuan kaum perempuan yang dipertahankan hingga hari ini.

Dalam studi terdahulu mendefenisikan serta mengkritisi tentang sistem kekerabatan pada etnis minangkabau yang menekankan tentang bagaimana perempuan atau berkaitan dengan isu gender dan dikaji dalam budaya yang matrilineal.

Dahulunya, perempuan minangkabau diberikan amanah yang sangat tinggi untuk menjaga “marwah” nya sebagai perempuan apabila ia belum menikah maka dilarang untuk sering keluar rumah demi menjaga dirinya dan dilindungi oleh orang tuanya, namun bila perempuannya sudah menikah, maka ia harus mengikuti perintah suaminya sesuai pula dengan perintah agama.

Minangkabau memberi batasan kepada perempuan untuk lebih menghormati kaum laki-laki karena dalam budaya dan adat nya laki-laki adalah seorang pemimpin yang tidak boleh didahului, baik dalam pengambilan keputusan, bertindak serta mengatur segala urusan.

Hari ini, dengan keelokan budaya yang sudah multikulutural di mana banyaknya budaya luar yang masuk juga ikut mempengaruhi pola pikir perempuan baik dalam kehidupannya dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dalam politik.

Berbeda dari zaman sebelum kemerdekaan di mana perempuan hanya dijadikan budak, namun hari ini dengan pengaruh budaya barat perempuan justru lebih bisa mengeksplor karya nya, ilmu pengetahuannya, dan skill dalam berbagai bidang salah satu nya kajian politik.

Pada dasarnya, perempuan hanya butuh diberi kepercayaan penuh bahwa mereka mampu mengemban amanah dalam menjalankan tugas negara namun juga tetap bisa melakukan kewajiban selayaknya perempuan yang tinggal dengan orang tua atau suaminya.

Banyak perempuan hari ini yang memiliki karir cemerlang dengan prestasi yang dimilikinya, artinya tidak lagi sama seperti zaman era orde lama yang masih memandang perempuan sebelah mata.

Perempuan sudah bisa berkarya selayaknya laki-laki, mereka juga memiliki gebrakan semangat yang sangat tinggi untuk membela serta menyokong demokrasi yang lebih maju.

Di samping itu, dengan adanya peraturan perundang-undangan yang menjamin persamaan antara laki-laki dan perempuan, yang acap kali pada kenyataan nya tidak sama serta adanya diskriminasi kepada perempuan baik itu dalam bidang politik, atau bidang lainnya.

Di bidang politik, akan lebih menyangkut pada partisipasi politik masyarakat yang di dominasi oleh perempuan. Pengguna hak pilih yang didominasi oleh perempuan, juga berkesinambungan dengan dominasi kaum perempuan yang maju dalam pemilihan kursi pemerintahan dalam Pemilu.

Akan tetapi, diskriminasi pun tak dapat terelakkan meskipun partisipan pada pemilu didominasi perempuan, akan tetapi mereka juga tidak berpihak pada calon perempuan.

Di minangkabau, dengan budaya yang masih sangat lekat hingga saat ini, kaum perempuan sudah mulai beranjak dari kebiasaan orang minang dahulunya, namun hari ini mereka sudah bisa meraih ilmu setinggi mungin sampai mendapatkan gelar.

Kemudahan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin mudah untuk didapatkan juga membantu perempuan hari ini dalam mendapatkan ilmu pengetahuan yang sebanding dengan laki-laki. Artinya tidak ada lagi alasan mengapa perempuan tidak bisa dipercaya mengemban amanah sebagai pemimpin atau duduk di kursi pemerintahan layak nya laki-laki.

Di samping itu, pentingnya melihat kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan yang sama -sama memiliki potensi dan ilmu pengetahuan yang sama tentunya juga berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk memimpin, belajar, dan menambah ilmu pengetahuannya.(analisa)