Pers Pelawan Tangguh Misinformasi dan Disfungsi Informasi

Foto Adrian Toaik

Dari dilema dan harapan, siapa saja tidak bisa menutup mata, industri media juga sedang menghadapi tekanan ekonomi. Banyak redaksi dipaksa bersaing dengan algoritma media sosial dan penurunan iklan. Di sisi lain, ada tekanan politik yang kadang menggoda media untuk berpihak pada kekuasaan.

Namun idealisme sejati justru diuji di tengah tekanan. Bill Kovach mengingatkan, jurnalisme bukan soal menjadi populer, tetapi soal menjadi relevan bagi kebenaran.

Selama masih ada media yang menolak tunduk pada tekanan dan memilih berpihak pada kebenaran, harapan itu tetap ada. Selain itu peran lembaga resmi juga sangat perlu bersinergistas dengan wartawan, jangan informasi salah dikonsumsi publik dibiarkan menjadi kuat sekuat tembok cina, harus segera melakukan counter attack terhadap mis dan dis informasi itu.

Berita atau apa pun produk pers harus mampu menjaga akal sehat publik. Pasalnya disfungsi informasi itu tak masalah media saja, tapi juga masalah bangsa.

Jadi kala publik disesatkan oleh kabar palsu, keputusan sosial dan politik bisa salah arah. Demokrasi pun kehilangan fondasi rasionalnya. Di titik inilah, semestinya pers menjadi penjaga akal sehat publik. Pers membuka ruang dialog, menghadirkan suara yang beragam, dan mengajarkan masyarakat untuk tidak terjebak pada kebisingan.

Tulisan Goenawan Mohamad, menyatakan tugas wartawan bukan menjawab semua pertanyaan, melainkan menjaga agar pertanyaan penting tidak hilang.

Sehingga itu lawan diinformasi, pers menjaga agar pertanyaan-pertanyaan itu tetap hidup, agar bangsa tidak berhenti berpikir.

Penutup

UU 14 Tahun 2008 tentang kebebasan berpendapat lalu UU Pers tahun 1999 juga mantasbihkan kebebasa pers, aktualnya itu bukanlah hak istimewa wartawan, melainkan hak warga negara untuk tahu yang benar. Dalam masyarakat yang kebanjiran informasi, jurnalis tidak lagi satu-satunya sumber berita, tapi masih bisa menjadi satu-satunya sumber kepercayaan.

Selagi pers berpegang ke etika, nurani, dan keberanian moralnya, maka pers akan tetap menjadi mercusuar di tengah kabut hitam disinformasi.

Melawan disinformasi bukan hanya perjuangan profesi, tapi panggilan sejarah, menjaga agar cahaya kebenaran tidak padam di tengah gelapnya zaman digital.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini