DPD Tanpa Ruh, Demonstrasi Jadi Bahasa Rakyat

Irdam bin Imran, Pengamat Sosial. (Foto: Ist)
Irdam bin Imran, Pengamat Sosial. (Foto: Ist)

Oleh: Irdam bin Imran, Pengamat Sosial

Demonstrasi yang marak di berbagai daerah bukanlah semata-mata letupan emosional rakyat, melainkan refleksi dari sebuah kegagalan institusi yang seharusnya menjadi penyalur aspirasi daerah: Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

Lembaga ini, yang dibentuk melalui reformasi, lahir dari semangat demokratisasi untuk memberi ruang bagi suara-suara daerah agar tak lagi terpinggirkan oleh dominasi politik pusat. Namun, kenyataannya, DPD seringkali tampil tanpa ruh, kehilangan daya, dan gagal mengartikulasikan kegelisahan rakyat di kampung halaman.

Padahal, dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, para pendiri bangsa telah menegaskan tujuan bernegara:

“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia...”.

Amanat luhur ini seharusnya menjadi pedoman bagi DPD RI untuk sungguh-sungguh hadir di tengah rakyat, menyerap aspirasi daerah secara mendalam, lalu memperjuangkannya di pusat kekuasaan.

Bung Hatta, sang proklamator yang dikenal sebagai Bapak Koperasi, pernah mengingatkan bahwa demokrasi Indonesia hanya bisa hidup bila rakyat di daerah diberi tempat yang layak dalam proses pengambilan keputusan. Demokrasi tanpa keterlibatan nyata rakyat adalah demokrasi yang timpang. Jika DPD gagal menjalankan mandat ini, maka demokrasi kita kehilangan salah satu tiangnya.

Amien Rais, tokoh reformasi yang memperjuangkan lahirnya DPD pada awal 2000-an, menekankan pentingnya mekanisme checks and balances agar suara rakyat daerah tidak hanya menjadi pelengkap penderita. Baginya, DPD adalah instrumen koreksi atas dominasi partai politik di Senayan. Namun, realitas menunjukkan, banyak senator justru larut dalam kepentingan elit, sehingga aspirasi rakyat diabaikan.

Anies Baswedan, dalam berbagai pidatonya, menekankan pentingnya menghadirkan keadilan sosial yang merata, tidak hanya untuk kota-kota besar, tetapi juga untuk daerah-daerah yang jauh dari sorotan. Semangat “Indonesia adil untuk semua” sejalan dengan hakikat keberadaan DPD RI. Tanpa keberpihakan yang nyata pada daerah, ketidakadilan akan terus melahirkan demonstrasi sebagai jalan terakhir rakyat untuk bersuara.

Kini, maraknya unjuk rasa di berbagai daerah adalah teguran keras bagi senator kita. Jika DPD terus abai, maka rakyat akan terus mencari panggung di jalanan. Sebab, ketika jalur konstitusional macet, jalan raya menjadi ruang demokrasi terakhir.

Editor : Redaksi
Bagikan

Berita Terkait
Terkini