Ketimpangan Akses Pendidikan di Daerah 3T: Evaluasi Kebijakan Pemerataan Pendidikan

Seorang guru memberikan pelajaran di sekolah terpencil di daerah 3T, berjuang mengajar meski fasilitas terbatas. (Foto: Ist)
Seorang guru memberikan pelajaran di sekolah terpencil di daerah 3T, berjuang mengajar meski fasilitas terbatas. (Foto: Ist)

5. Digitalisasi Berbasis Kesiapan Lokal

Pelatihan guru secara langsung, layanan teknis perangkat, dan pendampingan intensif harus diutamakan.

Fokus Kebijakan pada Outcome

Keberhasilan diukur dari literasi, numerasi, dan kesiapan siswa, bukan jumlah perangkat atau guru. Kolaborasi sekolah, pemerintah daerah, organisasi lokal, dan komunitas setempat harus diperkuat.

Ketimpangan pendidikan di daerah 3T mencerminkan kegagalan negara dalam memastikan hak dasar warganya secara merata. Infrastruktur, distribusi guru, pengawasan kebijakan, dan pembangunan berbasis kapasitas lokal masih timpang.

Program afirmatif seperti SM-3T, BOS Afirmasi, dan digitalisasi sekolah belum sistemik. Daerah 3T tetap menanggung beban struktural akibat ketimpangan pembangunan.

Mengatasi masalah ini membutuhkan pendekatan kontekstual, partisipatif, dan berkelanjutan. Pendidikan 3T bukan sekadar penerima bantuan, melainkan ruang strategis yang layak mendapatkan investasi jangka panjang. Dengan komitmen tersebut, kesenjangan pendidikan bisa benar-benar diakhiri, dan masa depan Indonesia dibangun tanpa meninggalkan wilayah pinggiran. (***)

Editor : Editor
Banner WIES 2025 -1
Bagikan

Berita Terkait
Terkini